DERITA PEGAWAI HONORER
Kemarin siang, saya menerima telepon dari saudara saya sebagai Pegawai Honorer di salah satu dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, tepatnya Puskesmas. Sudah 6 tahun sebagai pegawai honorer tapi data sebagai pegawai honorer belum juga masuk ke BKD.
Derita itu semakin berat ditambah peraturan yang mengharuskan seluruh pegawai minimal harus D3. Sebagai manusia atau pegawai yang menginginkan kepastian status, tentu mereka ingin melanjutkan sekolah mereka supaya status mereka dapat dipertahankan. Namun resikonya adalah sebagai pegawai honorer tidak mendapatkan ijin untuk kuliah layaknya PNS, yang bahkan PNS mendapatkan bantuan uang kuliah dari pemerintah.
Derita tak kunjung berhenti, sebagai pegawai honorer yang sudah berkeluarga, apalagi anak-anak masih kecil, bagaimana membagi waktu antara kerja-kuliah-keluarga di tengah kehidupan ekonomi yang pas-pasan, hanya ari mata yang bisa menjawab segala pertanyaan mereka. Tentu, salah satu harus dikorbankan; Keluargakah? Pekerjaankah?
Jika keluarga yang dikorbankan, alangkah tragisnya hidup ini.
Jika kerjaan yang dikorbankan, darimana biaya untuk membayar uang kuliah?
Jika tidak kuliah, apakah masih ada artinya?
Entah apa yang seharusnya dilakukan. Apakah dengan kuliah sudah menjamin segala sesuatunya sesuai dengan tuntutan pekerjaan? Kita bisa berkaca kepada para anggota DPR, Pejabat Pembuat Keputusan, yang notabene bergelimang gelar kesarjanaan dan pangkat, tapi apakah peraturan yang mereka buat sudah melirik ke kaum miskin dan lemah di negara ini? Bagaiman para guru yang dipelosok desa yang mengharuskan mereka sarjana (S1), apakah para pembuat kebijakan ini sudah memikirkan penanggulangan akan masalah itu?
Kebijakan hanyalah kebijakan yang tak memikirkan solusi yang tepat. Gelimang gelar kesarjanaan dan pangkat tidak memberikan solusi akan kebijakan mereka.
Mungkin tangisan yang aku dengar semalam adalah perwakilan dari berbagai tangisan mereka yang menjadi korban kebijakan yang tidak memiliki solusi di negara ini.
Tentu sekali peran pemerintah adalah hal yang dinanti sebagai mujizat akan hal ini, selain hanya berserah kepada yang Maha Kuasa.
Ku usap dada ini sambil menahan pilu.
Lagu Karo: Aku Sambar Gantina (Anita Barus)
Komentar
Posting Komentar